Di era digital, dunia menghadapi masalah serius berupa gunung sampah elektronik (e-waste). Setiap tahun, jutaan ton perangkat usang menumpuk, mulai dari ponsel, laptop, hingga televisi.
Sebagian besar e-waste berakhir di negara berkembang, yang tidak punya teknologi cukup untuk mendaur ulang secara aman. Akibatnya, limbah beracun seperti merkuri dan timbal mencemari tanah dan air.
Namun, di balik masalah ini ada peluang besar. E-waste mengandung logam berharga seperti emas, perak, dan tembaga yang bisa didaur ulang.
Beberapa perusahaan mulai menjadikan e-waste sebagai bisnis menggiurkan, menambang logam dari sampah teknologi dengan metode ramah lingkungan.
Keunggulannya adalah mengurangi ketergantungan pada tambang baru yang merusak alam. Tapi tantangannya ada pada biaya tinggi untuk proses daur ulang.
Selain itu, kesadaran konsumen masih rendah. Banyak orang lebih memilih membuang gadget lama daripada mendaur ulang.
Jika tren daur ulang e-waste berhasil diperluas, dunia bisa mengubah gunung sampah digital menjadi tambang emas baru.
Ekonomi e-waste membuktikan bahwa sampah pun bisa jadi sumber daya, jika dikelola dengan bijak.